Saturday, January 14, 2017

Pertama kali islam masuk ke indonesia

PERTAMA KALI ISLAM MASUK KEINDOSIA

      Islam di Indonesia baik secara historis maupun sosiologis sangat kompleks, terdapat banyak masalah, misalnya tentang sejarah dan perkembangan awal Islam. Oleh karena itu, para sarjana sering berbeda pendapat. Harus diakui bahwa penulisan sejarah Indonesia diawali oleh golongan orientalis yang sering ada usaha untuk meminimalisasi peran Islam, di samping usaha para sarjana Muslim yang ingin mengemukakan fakta sejarah yang lebih jujur (Sunanto, 2012: 7).

 Hasil gambar untuk islam masuk ke indonesia


Menurut Suryanegara bahwa ada beberapa teori yang membahas terkait awal mula masuknya Islam di Indonesia. Teori-teori ini mencoba memberikan jawaban atas permasalahan tentang masuknya agama Islam ke Nusantara dengan perbedaan pendapatnya: Pertama, mengenai waktu masuknya agama Islam. Kedua, tentang asal negara yang menjadi perantara atau sumber tempat pengambilan ajaran agama Islam. Ketiga, tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Berikut akan dipaparkan terkait teori masuknya Islam di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, teori Gujarat. Menurut Suryanegara (1996: 75) bahwa peletak dasar teori ini kemungkinan adalah Snouck Hurgronje dalam bukunya “L’ Arabie et les Indes Neerlandaises, atau Revue de I’Histoire des Religious.” Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan Gujarat.
Suryanegara (1996: 75-76) mengutip pendapat W.F. Stutterheim dalam bukunya “De Islam en Zijn Komst In de Archipel” yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke 13. Pendapatnya juga di dasarkan pada bukti batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik As-Saleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan tentang asal negara yang mempengaruhi masuknya agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambay (Gujarat)- Timur Tengah-Eropa. Sama halnya dengan pendapat W.F. Stutterheim, Snouck Hurgronje berpendapat pula bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M dari Gujarat.
Kedua, teori Makkah. Menurut Hamka sebagaimana dikutip oleh Sunanto (2012: 8-9) dalam bukunya bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (kurang lebih abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulia jauh sebelum abad ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M) melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasi Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. Senada dengan Suryanegara dalam Api Sejarah (2012: 99) sebagaimana mengutip pendapat Hamka bahwa masuknya Islam ke Nusantara Indonesia terjadi pada abad ke-7 M. Dalam berita Cina Dinasti Tang menuturkan ditemuinya daerah hunian wirausahawan Arab Islam di pantai Barat Sumatera maka dapat disimpulkan Islam masuk dari daerah asalnya Arab. Dibawa oleh wiraniagawan Arab. Sedangkan kesultanan Samudera Pasai yang didirikan pada 1275 M atau abad ke-13 M, bukan awal masuknya agama Islam, melainkan perkembangan agama Islam.

            Menurut Matta (2014: 34) dalam bukunya “gelombang ketiga Indonesia” mengatakan bahwa para ahli sejarah mencatat ada dua gelombang masuknya Islam di Nusantara, yaitu abad ke-7 dan abad ke-13. Agama ini di bawah oleh pedagang dari Arab yang menetap di kota-kota pelabuhan Nusantara. Pada abad ke-8 telah berdiri perkampungan muslim di pesisir Sumatera. Pada awalnya, Sumatera (dan Nusantara pada umumnya) hanyalah persinggahan para pedagang Arab menuju Tiongkok dan Jawa. Pada abad ke-13, Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara, disusul berdirinya kerajaan Demak pada abad ke-15. Awalnya, Raden Fatah adalah wakil kerajaan Majapahit di daerah itu yang kemudian dia memutuskan masuk Islam dan mendirikan kerajaan sendiri.

            J.C. Van Leur dalam bukunya “Indonesia: Trade and Society” menyatakan bahwa pada 674 M di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (Koloni) Arab Islam. Dengan pertimbangan bangsa Arab telah mendirikan perkampungan perdagangannya di Kanton pada abad ke-4. Perkampungan perdagangan ini mulai dibicarakan lagi pada 618 M dan 626 M. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perkampungan perdagangan ini mulai mempraktikan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan Asia Tenggara. Dari keterangan J.C. Van Leur ini masuknya Islam ke Nusantara tidaklah terjadi pada abad ke-13, melainkan telah terjadi sejak abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam (Suryanegara, 1996: 76).
Sejumlah ahli Indonesia dan beberapa ahli Malaysia mendukung “teori Arab” dan mazhab tersebut. Dalam seminar-seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan pada 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesia langsung dari Arab, bukan dari India. Islam datang pertama kali datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi, bukan abad ke-12 atau ke-13 M. (Huda, 2007: 36).
Ketiga, Teori Persia. Menurut Suryanegara (1996: 90) bahwa pembangunan teori Persia ini di Indonesia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus pandangan teori ini tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Mazhab Syafi’inya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia.

            Menurut Suryanegara kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia antara lain:

            Pertama, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas kematian syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan Hasan-Husain. Di Sumatera tengah sebelah Barat, disebut bulan Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husain untuk dilemparkan ke sungai atau ke dalam perairan lainnya. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab (Suryanegara, 1996: 90).
            Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran Al-Hallaj, sekalipun Al-Hallaj telah meninggal pada 310 H/ 922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya (Suryanegara, 1996: 90).
            Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal:
Bahasa Iran
Bahasa Arab
Jabar- Zabar
Fathah
Jer- Ze-er
Kasrah
P’es- Py’es
Dhammah

            Keempat, nisan pada makam Malik Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini, teori Persia mempunyai kesamaan mutlak dengan teori Gujarat (Suryanegara, 1996: 91).
            Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’i sebagai mazhab yang paling utama di daerah Malabar. Dalam masalah mazhab Syafi’i, Hoesein Djajadiningrat mempunyai kesamaan dengan G.E. Morrison, tetapi berbeda dengan teori Makkah yang dikemukakan oleh Hamka di depan Hoesein Djajadiningrat di satu pihak melihat salah satu budaya Islam di Indonesia kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang Mazhab Syafi’i terhenti ke Malabar, tidak berlanjut dihubungkan dengan pusat mazhab Syafi’i di Makkah (Suryanegara, 1996: 91).
Sunanto (2012: 10-12) menyebutkan beberapa saluran-saluran yang menjadi media tersebarnya Islam di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
1.      Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran.
2.      Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubaligh itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
3.      Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga Muslim dan masyarakat Muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi, putra mahkota kerajaan, syahbandar, qadi, dan lain-lain.
4.      Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat-pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat-pusat pendidikan dan da’wah Islam di kerajaan Samudera Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim mubaligh lokal, di antaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa. Selain menjadi pusat-pusat pendidikan, yang disebut pesantren, di Jawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politik. Misalnya, Raden Fatah, Raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta; Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon pertama adalah didikan pesantren Gunung Jati dengan Syaikh Dzatu Kahfi; Maulana Hasanudiidn yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sunan Banten pertama.
5.      Tasawuf dan tarekat. Sudah diterangkan bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’i, dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abdul Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.
6.      Saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyayian, dan seni busana.
Menurut Huda (2007: 39) dengan beberapa perbedaan tentang Islamisasi tersebut, haruslah diupayakan sintesis dari beberapa pendapat yang ada. Di antara upaya itu adalah dengan membuat fase-fase atau tahapan tentang Islamisasi di Indonesia, seperti tahap permulaan kedatangan yang terjadi pada abad ke-7 M. Adapun pada abad ke-13 M, dipandang sebagai proses penyebaran dan terbentuknya masyarakat Islam di Nusantara. Para pembawa Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-13 tersebut adalah orang-orang Muslim Arab, Persia dan India (Gujarat, Bengal). Hal serupa juga dilakukan oleh Uka Tjandrasasmita yang mengatakan bahwa sebelum abad ke-13 merupakan tahap proses Islamisasi. Abad ke-13 itu sendiri dipandang sebagai masa pertumbuhan Islam sebagai kerajaan bercorak Islam yang pertama di Indonesia.
Daftra Pustaka
Huda, N. (2007). Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam Di Indonesia. (A. Q. Shaleh, Ed.) Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Matta, A. (2014). Gelombang Ketiga Indonesia. (D. Krismatono, Ed.) Jakarta: The Future Institute.
Sunanto, M. (2012). Sejarah Peradaban Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Suryanegara, A. M. (1996). Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam Di Indonesia. (R. T. Hidayat, Ed.) Bandung: Mizan.
Suryanegara, A. M. (2012). Api Sejarah (Vol. 1). (A. Sahidin, Ed.) Bandung: Salamadani.

SEMOGA BERMANFAAT ;)




KALKULUS ITU MUDAH LHO !!! EXTRIM LOKAL PADA SELANG


EKSTRIM LOKAL PADA SELANG

Nilai Ekstrim Suatu Fungsi
Dalam kalkulus, sering kita diminta untuk menentukan karakteristik suatu fungsi f pada selang I. Apakah f memiliki nilai maksimum pada I? Apakah f memiliki nilai minimum pada I? Di manakah fungsi tersebut naik? Di manakah fungsi tersebut turun? Pada pembahasan ini kita akan menggunakan turunan untuk mencoba menjawab sebagian pertanyaan-pertanyaan tersebut.


Definisi Nilai Ekstrim
Misalkan f terdefinisi pada selang I yang memuat c.
  1. f(c) merupakan nilai minimum f pada I jika f(c) ≤ f(x) untuk semua x dalam I.
  2. f(c) merupakan nilai maksimum f pada I jika f(c) ≥ f(x) untuk semua x dalam I.
Nilai minimum dan maksimum suatu fungsi pada selang tertentu disebut sebagai nilai ekstrim suatu fungsi pada selang tersebut. Nilai minimum dan maksimum suatu fungsi pada selang tertentu juga disebut sebagai nilai minimum mutlak dan nilai maksimum mutlak pada selang tersebut. Nilai ekstrim suatu fungsi dapat terjadi pada ujung selang. Nilai ekstrim yang terjadi pada ujung selang disebut nilai ekstrim ujung.


Suatu fungsi tidak harus memiliki nilai minimum atau maksimum pada selang tertentu. Sebagai contoh, pada gambar (1) dan (2) di atas, kita dapat melihat bahwa fungsi f(x) = x² + 1 memiliki minimum dan maksimum pada selang tutup [–1, 2], tetapi tidak memiliki maksimum pada selang buka (–1, 2). Selain itu, pada gambar (3), kita dapat melihat bahwa kekontinuan dapat mempengaruhi keberadaan nilai ekstrim pada suatu selang. Hal ini menghasilkan teorema berikut.
Teorema 1 Teorema Nilai Ekstrim
Jika f kontinu pada selang tutup [a, b], maka f memiliki nilai minimum dan maksimum pada selang tersebut.
Teorema Nilai Ekstrim di atas dapat disebut sebagai teorema keberadaan karena teorema tersebut hanya menyebutkan keberadaan nilai minimum dan maksimum, tetapi tidak menunjukkan bagaimana menentukan nilai-nilai tersebut.
Nilai Ekstrim Lokal dan Nilai Kritis
Pada gambar di bawah ini, grafik f(x) = x³ – 3x² memiliki maksimum lokal pada titik (0, 0) dan minimum lokal pada titik (2, –4). Secara tidak formal, untuk suatu fungsi kontinu, kita dapat berpikir bahwa maksimum lokalnya berada pada “bukit” grafik, dan minimum lokalnya terletak pada “lembah” grafik. Bukit dan lembah seperti itu dapat terjadi dalam dua cara. Ketika bukit atau lembah tersebut halus, grafik fungsi yang memuat bukit atau lembah tersebut memiliki garis singgung horizontal pada puncak bukit atau lembah tersebut. Ketika bukit atau lembah tersebut tajam, grafik fungsi yang memuatnya tidak akan memiliki turunan pada puncak bukit atau lembah tersebut.









Definisi Nilai Ekstrim Lokal
  1. Jika ada selang buka yang memuat c sedemikian sehingga f(c) merupakan nilai maksimum, maka f(c) disebut maksimum lokal f, atau kita dapat menyatakan bahwa f memiliki maksimum lokal pada (c, f(c)).
  2. Jika ada selang buka yang memuat c sedemikian sehingga f(c) merupakan nilai minimum, maka f(c) disebut minimum lokal f, atau kita dapat mengatakan bahwa f memiliki minimum lokal pada (c, f(c)).
Maksimum lokal dan minimum lokal secara berturut-turut kadang disebut sebagai maksimum relatif dan minimum relatif.


  1. Maksimum dan Minimum fungsi pada interval tertutup
→Definisi Maksimum dan Minimum
Jika c adalah interval tertutup [ a , b ], maka f(c) dikatakan nilai minimum dari
f(x) pada [a , b] jika f(c) ≤ f(x) untuk semua x pada [a, b]. Jika d dalam interval tertutup [a, b], maka f(d) dikatakan maksimumdari f(x) pada [a, b] jika f(x) ≤ f(d) untuk semua x dalam [a, b].





Teorema A
( Teorema Eksistensi Maks-Min). Jika f kontinu pada selang tertutup
[a, b] , maka f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.
Perhatikan kata-kata kunci : f harus kontinu dan himpunan S harus berupa selang tertutup.
Di MANA TERJADINYA NILAI-NILAI EKSTRIM ? Biasanya fungsi yang ingin kita maksimumkan atau minimumkan akan mempunyai suatu selang I sebagai daerah asalnya. Nilai-nilai ekstrim sebuah fungsi yang didefinisikan pada selang tertutup sering kali terjadi pada titik-titik ujung (lihat Gambar 2).


Jika c sebuah titik pada mana f ‘(c) = 0, kita sebut c titik stasioner. Nama itu diturunkan dari fakta bahwa pada titik stasioner, grafik f mendatar, karena garis singgung mendatar. Nilai-nilai ekstrim sering terjadi pada titik-titik stasioner (lihat Gambar 3).


Akhirnya, jika c adalah titik dalam I dimana f ‘ tidak ada, kita sebut c titik singular. Ini merupakan titik dimana grafik f mempunyai sudut tajam, garis singgung vertical, atau mungkin berupa lompatan (atau didekatnya ia bergoyang sangat buruk). Nilai-nilai ekstrim dapat terjadi pada titik-titik singular (lihat Gambar 4).

Teorema B
(Teorema Titik Kritis). Andaikan f didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. Jika f (c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis; yakni c berupa salah satu:
(i) titik ujung dari I;
(ii) titik stasioner dari f(f ‘(c) = 0);
(iii) titik singular dari f(f ‘(c) tidak ada)
Sekarang, karena f(c) adalah nilai maksimum, f(x) ≤ f(c) untuk semua x dalam I;
Yaitu,
f(x) – f(c) ≤ 0
Jadi jika x < c, sehingga xc < 0, maka
(1) f(x) – f(c)
xc ≥ 0
Sedangkan jika x > c, maka
(2) f(x) –f(c)
≤ 0
xc
DI MANA NILAI-NILAI EKSTRIM LOKAL TERJADI? Teorema titik kritis berlaku sebagaimana dinyatakan, dengan ungkapan nilai ekstrim diganti oleh nilai ekstrim lokal, bukti pada dasarnya sama. (titik ujung, titik stasioner, dan titik singular) adalah calon untuk titik tempat kemungkinan terjadinya ekstrim lokal.

Teorema A
(Uji Turunan Pertama untuk Ekstrim Lokal). Amdaikan f kontinu pada selang terbuka
(a, b) yang memuat titik kritis c.
(i) Jika f‘ (x) > 0 untuk semua x dalam (a, c) dan f’ (x)<0 untuk semua x dalam (c, b),
maka f(c) adalah nilai maksimum lokal f.
(ii) Jika f’ (x)<0 untuk semua x dalam (a, c) dan f ‘(x)>0 untuk semua x dalam (c, b),
maka f (c) adalah nilai minimum local f.
(iii) Jika f‘ (x) bertanda sama pada kedua pihak c, maka f(c) bukan nilai ekstrim lokal f.
Teorema B
(Uji Turunan Kedua Untuk Ekstrim Lokal). Andaikan f ‘dan f “ada pada setiap titik dalam selang terbuka (a, b) yang memuat c, dan andaikan f ‘(c) = 0
(i) Jika f “(c)<0, f(c) adalah nilai maksimum lokal f.
(ii) Jika f (c)>0, f(c) adalah nilai minimum lokal f.

B. Limit di Ketakhinggaan, Limit Tak Terhingga
DEFINISI-DEFINISI CERMAT LIMIT BILA x→± ~ Dalam analogi dengan definisi kita untuk limit-limit biasa, kita buat definisi berikut.
Definisi
(Limit bila x ~). Andaikan f terdefinisi pada [c, ~) untuk sebuah bilangan c.
Kita katakana bahwa lim f(x) = L jika untuk masing-masing ε > 0, terdapat bilangan
x→ ~
M yang berpadanan sedemikian sehingga
x > M → ‌│f(x) – L │ < ε
Definisi
(Limit bila x → ~). Andaikan f terdefinisi pada (- ~, c] untuk suatu bilangan c. kita katakana bahwa lim f(x) = L jika untuk masing-masing ε > 0, terdapat
x → – ~
suatu bilangan M yang berpadanan sedemikian sehingga
x < M → │ f(x) – L │ < ε
Definisi
(Limit-limit tak-terhingga). Kita katakana bahwa lim f(x) = ~ jika untuk tiap bilangan
xc+
positif M, berpadanan sudut δ > 0 sedemikian sehingga
0 Teorema Nilai Rata-rata
Dalam bahasa geometri, Teorema Nilai Rata-rata mudah dinyatakan dan dipahami. Teorema menyatakan bahwa jika grafik sebuah fungsi kontinu mempunyai garis singgung tak vertical pada setiap titik antara A dan B, maka terdapat paling sedikit satu titik C pada garfik antara A dan B sehingga garis singgung di titik C sejajar talibusur AB. Dalam Gambar 1, hanya terdapat satu titik C yang demikian; dalam Gambar 2, terdapat beberapa.


Teorema A
(Teorema Nilai Rata-rata untuk Turunan). Jika f kontinu pada selang tertutup [a, b] dan terdiferensial pada titik-titik dalam dari (a, b), maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam (a, b) dimana
f(b) – f(a) = f ‘(c)
ba
atau, secara, dimana
f(b) – f(a) = f ‘(c)(b – a)
Teorema B
Jika F ‘(x) = G ‘(x) untuk semua x dalam (a, b), maka terdapat konstanta C sedemikian sehingga
F(x) = G(x) + C
untuk semua x dalam (a, b)


CONTOH SOAL
1. Carilah nilai-nilai maksimum dan minimum
f(x) = x2 – 4x pada (-2, 0)  turunan fungsi f(x) = 2x – 4
titik kritis f(x) = 2x – 4 = 0
2x = 4
x = 2
titik kritisnya { -2, 0, 2 }
X = -2 f(-2) = (-2)2 – 4(-2)
= 4 + 8
= -4
X = 0 f(0) = (0)2 – 4(0)
= 0
X = 2 f(2) = (2)2 – 4(2)
= 4 – 8
= -4
Jadi, nilai fungsi maksimum di f(-2) = 12
nilai fungsi minimum di f(2) = -4
Grafik
2. Jika f(x) = 2x3 – 3x2 + 12x . Cari dimana x naik dan dimana turun ?
Penyelesaian :
Mencari turunan f
f `(x) = 6x2 – 6x +12
= 6(x2 + x – 2)
= 6(x – 1) (x + 2)
Kita perlu menentukan (x – 1) (x +2) > 0 dan (x – 1) (x + 2) < 0 terdapat titik pemisah 1 dan -2, membagi sumbu y atas tiga selang ( – ~, 1), (-2, 1) dan (2, ∞). Dengan memakai titik uji –3, 0, 2 didapat f `(x) > 0 pada pertama dan akhir selang dan f `(x) < 0 pada selang tengah.
Jadi, f naik pada (- ~, 1] dan [2, ~) dan turun pada [-2, 1]
f(-2) = -4
f(0) = 0
f(1) = 11
f(-1) = -17

3. Carilah nilai ekstrim lokal dari fungsi f(x) = x2 – 2x pada ( – ~,~ )
Penyelesaian :
Fungsi polinom f kontinu dimana-mana dan turunannya, f ` (x) = 2x – 2, ada untuk semua x. jadi satu-satunya titik kritis untuk f adalah penyelesaian tunggal dari f `(x) = 0 yaitu x = 1 karena 2(x -1) > 0 untuk x < 1, f turun pada [1, ~) karena itu, f(1)=-1 adalah nilai inimum local f karena 1 adalah satu-satunya bilanagn kritis, tidak terdapat nilai ekstrim lain.
Grafik
4. Cari (jika mungkin) nilai maksimum dan minimum dari f(x) = 2x3 – 3x2+ 6
pada ( – ~, ~).
Penyelesaian :
f“(x) = 6x2 – 6x = x(6x –6)
x =0 x = 1
f(1) = 2x3 – 3x2+ 6
= 2(1)3 – 3(1)2 + 6
= 5
f(0) = 2x3 – 3x2 + 6=2(0)3– 3(0)2 + 6 = 6
Jadi, f(1) = -1 adalah minimum lokal untuk f
f turun disebelah kiri dan f naik sebelah kanan

Grafik            

5.  Perusahaan MNO menghasilkan lemari rotan. Dengan mesinnya sekarang, mempunyai keluaran tahunan maksimum sebanyak 200 satuan. Jika ia membuat x lemari, dapat menetapkan harga p(x) = 100 – 0.25 x (ribu) rupiah perbuahnya dan akan mempunyai total biaya tahunan C(x) = 2000 + 4x – (0,002)x2 (ribu) rupiah. Berapa tingkat produksi yang memaksimumkan total laba tahunan?

Penyelesaian : R(x) = xp(x) = x(100 – 0.25x) = 100x – 0.25x2
Sehingga
p(x) = 100x – 0.25x2 – (2000 + 4x – 0,002x2)
= – 2000 + 96x – 0.248 x2
Jadi, dp = 96 – 0,496x
dx 96 = 0,496 x
96 = x
0.496
193 = x
Yang menghasilkan titik stasioner 193, tetapi 193 tidak ada selang [0, 200], sehingga titik kritis yang diperiksa hanyalah kedua titik ujung, 0 dan 200 bangkrut. Tetapi todak maksimumya terjadi di 200 dan keuntungan maksimumnya adalah
P(x) = – 2000 +96x – 0,248x2
= -2000 +96 (200) -0,248 (200)2 = -2000 +19200 -9920 =Rp. 7. 280

6. lim 7x2 + 6x – 5
x→∞ 3x3 + 5x
lim 7x2/x3 + 6x/x3 + 5/x3
x→∞ 3x3/x3 + 5x/x3
lim 7/x + 6/x2 + 5/x3 = 0 = 0
x→∞ 3 + 5/x2 3
7. Sketsakan grafik f(x) = (x4– 8x2)/40
penyelesaian :
karena f(-x) = -f(x), f adalah fungsi ganjil, oleh karena itu grafiknya simetri terhadap titik asal. Dengan menetapkan f(x) = 0 berarti {x4 – 8x2}/40 = 0 dan x2(x2 – 8)/40 = 0
kita temukan perpotongan sumbu x adalah 0 dan ± Ö8 » 2,8 Kemudian kita deferensialkan f’(x) = (4x3 – 16x)/40 = 0
kita peroleh titik kritis -2, 0,2
f(-2) = 16
f(0) = 0
f(2) = 16
kemudian kita deferensialkan kembali f”(x) = (12x2 -16x)/40 = 0
kita peroleh x = -1,1 x = 1,1 x = 0
f(-1.1) = 0,2
f(1.1) = 0,2
f(0) = 0
 

Semoga blog ini bermanfat :)............www.google.com